Kamis, 13 Desember 2012

Samanisme is Over

Samanisme adalah sebuah istilah yang saya gunakan sendiri untuk menyebut 'demam' saman. hah, 'demam' saman? yup,selama seminggu yang lalu, hidup saya dipenuhi dengan pikiran saman (maaf, agak lebay). Tiap hari saya (dan teman-teman grup saman) latihan menari saman. Walaupun durasinya hanya 3 jam tiap harinya, tapi itu lumayan menguras tenaga dan pikiran. Tenaga karena tiap latihan semua anggota badan harus digerakkan, mulai dari tangan, kaki (walaupun duduk), tubuh, sampai kepala. Pikiran karena banyak gerakan yang tiap harinya harus dipelajari. Hmhmhm, sebenernya gak banyak si, Cuma kan karena harus menyinkronkan diri gerak antara tangan, kepala, dan tubuh, serta menyinkronkan diri dengan musiknya. Apalagi buat kami yang sudah lama otaknya “nganggur”, belajar itu jadi lola banget. Saya sebut “demam” juga karena sepulang kantor, saya pasti mempraktekkan lagi gerakan yang dipelajari tadi siang, walaupun Cuma sekali doang. Ini saya lakukan karena saya benar-benar bersungguh-sungguh dalam menampilkan tarian nanti (padahal karena saya yang odong, jadi agak lola nerima pelajarannya, jadi butuh waktu lebih untuk belajar J).

Oya, latihan tari saman ini bukan semata karena iseng loh,tapi kami latihan untuk perform sebagai pengisi acara (tepatnya pembuka) pada acara talkshow hari antikorupsi di kantor pusat bea dan cukai. Tim saman kami terdiri dari 13 anak CPNS BeCe, ada saya, shinta, Tutus, Dwi, Dien, Sherly, Ratna, Dewi, Ima, Putri, Nadia, Amel, dan Asri. Dari yang pernah saya baca, jumlah penari saman ini harus ganjil. Dan pelatih kami yang baik hati bernama kak ety, dengan mbk deta sebagai SC kami J.

Entah ada angin apa yang membuatku ingin ikutan bergabung menari. Saat ada tawaran untuk menari, langsung saja saya mau. Apakah karena ingin belajar saman, apakah ingin show off, apakah ingin mencari kesibukan karena di kantor gak ada kesibukan (#eh), atau apakah iseng belaka. Entahlah, tetapi sepertinya alasan pertamalah yang membuat saya memutuskan untuk ikut gabung di tim saman. Ya, rasanya saya tidak punya kemampuan lain sebagai nilai lebih untuk pemuas diri (apa lah ini). Saya Cuma tau tentang akuntansi dan berkutat tentang itu. Jadi pas ada tawaran menari, saya gak memikirkan apakah tari saman itu susah atau saya harus tampil di depan pak dirjen atau saya akan dapat reward apa jika ikut berpartisipasi. Yang saya pikirkan adalah saya mau belajar tari saman, mumpung ada pelatihnya, dan Gratis. Hihihi. 

Buat brota brota dan sista sista yang mungkin belum tau tentang saman (walaupun saya yakin udah pada tau, tapi gak ada salahnya saya ingatkan kembali), berikut ini saya copaskan info tentang saman.
“Tari Saman adalah sebuah tarian suku Gayo (Gayo Lues) yang biasa ditampilkan untuk merayakan peristiwa-peristiwa penting dalam adat. Syair dalam tarian Saman mempergunakan bahasa Arab dan bahasa Gayo. Selain itu biasanya tarian ini juga ditampilkan untuk merayakan kelahiran Nabi Muhammad SAW. Dalam beberapa literatur menyebutkan tari Saman di Aceh didirikan dan dikembangkan oleh Syekh Saman, seorang ulama yang berasal dari Gayo di Aceh Tenggara.” (sumber: Wikipedia).

Tari saman ini merupakan tari yang tidak menggunakan musik dari tape recorder. Musik itu didapat dari nyanyian para penarinya, tepukan tangan dari penarinya, dan syeikh (pemimpin dalam tari saman). Kalaupun ada alat musik, paling hanya berupa gendang. Akan tetapi, karena kami hanya mempunyai waktu 6 hari untuk berlatih sebelum perform, kami menarikan tari saman dengan iringan lagu rekaman dari orang lain yang menari saman. Rasanya memang kurang mantap, tetapi tak apalah, suatu saat nanti insya Allah bisa sambil nyanyi juga.

Gerakan dalam tari saman sepengamatan saya seperti gerakan orang yang sedang berdzikir, sholat, ya pokoknya gerakan  beribadah dalam islam. Lagunya juga seperti ucapan syukur dan dzikir. Ya, panteslah ya untuk sebuah tarian dari sebuah daerah khusus yang menerapkan aturan islam bagi warganya. Untuk masalah susah gampang, menurutku gerakan tari saman itu gampang,, kalau dilakukan dengan pelan. Hahaha. Tapi kalau temponya udah cepat, masya Allah susahnya gerakan saman ini. Butuh latihan berulang-ulang sampai kita terbiasa melakukannya. Apalagi jika ditambah sambil menyanyi. Wowwww, koordinasi yang sangat andal diperlukan. Yap, saman ini butuh banget sinkronisasi semua anggota tubuh,ada tangan, kepala, badan, dan mulut. Saman juga butuh lutut dan tungkai kaki yang kuat karena posisi duduk berlutut saat menari ini. Walhasil, setiap habis latihan, lutut pasti sakit saat dibawa sujud pas shalat. Badan juga pada lebam akibat tepukan-tepukan saman yang harus dilakukan dengan penuh semangat.

Kata pelatih kami, yang saya iyakan juga, dalam tari saman ini, yang penting kompak dan rampak (penuh semangat). Ya benar juga, gerak tangan, noleh kanan noleh kirinya itu harus sama, naik ke atas turun ke bawahnya juga harus sama. Kalau tidak, ya akan kelihatan sekali perbedaannya karena kita duduk dalam satu baris.

And finally, pada hari selasa, tanggal 11 Desember 2012 ini, kami perform juga di depan pak dirjen BeCe dan para petinggi di Dirjen BeCe. Ini adalah pengalaman pertamaku menampilkan diri setelah terakhir saya tampil sebagai seniman tari pada usia 4 tahun saat TK. Jeddar, udah luamaaaa banget. Kalau “manggung” yang bukan nari terakhir adalah SMP, baca puisi karena emang butuh biar dapet nilai dalam pagelaran seni rupa kelas 3. Dan ahamdulillah, apresiasi yang bagus kami dapat dari pak dirjen dan para tamu. Dan yang pasti, gerakan kami lancar dan tidak ada yang miss. Alhamdulillah! J







0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright © celoteh bocah ndeso