Samanisme adalah sebuah istilah yang saya gunakan
sendiri untuk menyebut 'demam' saman. hah, 'demam' saman? yup,selama seminggu
yang lalu, hidup saya dipenuhi dengan pikiran saman (maaf, agak lebay). Tiap
hari saya (dan teman-teman grup saman) latihan menari saman. Walaupun durasinya
hanya 3 jam tiap harinya, tapi itu lumayan menguras tenaga dan pikiran. Tenaga
karena tiap latihan semua anggota badan harus digerakkan, mulai dari tangan,
kaki (walaupun duduk), tubuh, sampai kepala. Pikiran karena banyak gerakan yang
tiap harinya harus dipelajari. Hmhmhm, sebenernya gak banyak si, Cuma kan
karena harus menyinkronkan diri gerak antara tangan, kepala, dan tubuh, serta
menyinkronkan diri dengan musiknya. Apalagi buat kami yang sudah lama otaknya
“nganggur”, belajar itu jadi lola banget. Saya sebut “demam” juga karena
sepulang kantor, saya pasti mempraktekkan lagi gerakan yang dipelajari tadi
siang, walaupun Cuma sekali doang. Ini saya lakukan karena saya benar-benar
bersungguh-sungguh dalam menampilkan tarian nanti (padahal karena saya yang
odong, jadi agak lola nerima pelajarannya, jadi butuh waktu lebih untuk belajar
J).
Oya, latihan tari saman ini bukan semata karena iseng
loh,tapi kami latihan untuk perform sebagai pengisi acara (tepatnya pembuka)
pada acara talkshow hari antikorupsi di kantor pusat bea dan cukai. Tim saman
kami terdiri dari 13 anak CPNS BeCe, ada saya, shinta, Tutus, Dwi, Dien,
Sherly, Ratna, Dewi, Ima, Putri, Nadia, Amel, dan Asri. Dari yang pernah saya baca, jumlah penari saman ini harus ganjil. Dan pelatih kami yang
baik hati bernama kak ety, dengan mbk deta sebagai SC kami J.
Entah ada angin apa yang membuatku ingin ikutan
bergabung menari. Saat ada tawaran untuk menari, langsung saja saya mau. Apakah
karena ingin belajar saman, apakah ingin show off, apakah ingin mencari
kesibukan karena di kantor gak ada kesibukan (#eh), atau apakah iseng belaka.
Entahlah, tetapi sepertinya alasan pertamalah yang membuat saya memutuskan
untuk ikut gabung di tim saman. Ya, rasanya saya tidak punya kemampuan lain
sebagai nilai lebih untuk pemuas diri (apa lah ini). Saya Cuma tau tentang
akuntansi dan berkutat tentang itu. Jadi pas ada tawaran menari, saya gak
memikirkan apakah tari saman itu susah atau saya harus tampil di depan pak
dirjen atau saya akan dapat reward
apa jika ikut berpartisipasi. Yang saya pikirkan adalah saya mau belajar tari
saman, mumpung ada pelatihnya, dan Gratis. Hihihi.
Buat brota brota dan sista sista yang mungkin belum tau
tentang saman (walaupun saya yakin udah pada tau, tapi gak ada salahnya saya
ingatkan kembali), berikut ini saya copaskan info tentang saman.
“Tari Saman adalah sebuah tarian suku Gayo (Gayo Lues) yang
biasa ditampilkan untuk merayakan peristiwa-peristiwa penting dalam adat. Syair
dalam tarian Saman mempergunakan bahasa Arab dan bahasa Gayo. Selain itu
biasanya tarian ini juga ditampilkan untuk merayakan kelahiran Nabi Muhammad
SAW. Dalam beberapa literatur menyebutkan tari Saman di Aceh didirikan dan
dikembangkan oleh Syekh Saman, seorang ulama yang berasal dari Gayo di Aceh
Tenggara.” (sumber: Wikipedia).
Tari saman ini merupakan tari yang tidak menggunakan
musik dari tape recorder. Musik itu didapat dari nyanyian para penarinya,
tepukan tangan dari penarinya, dan syeikh (pemimpin dalam tari saman). Kalaupun
ada alat musik, paling hanya berupa gendang. Akan tetapi, karena kami hanya
mempunyai waktu 6 hari untuk berlatih sebelum perform, kami menarikan tari
saman dengan iringan lagu rekaman dari orang lain yang menari saman. Rasanya
memang kurang mantap, tetapi tak apalah, suatu saat nanti insya Allah bisa
sambil nyanyi juga.
Gerakan dalam tari saman sepengamatan saya seperti
gerakan orang yang sedang berdzikir, sholat, ya pokoknya gerakan beribadah dalam islam. Lagunya juga seperti
ucapan syukur dan dzikir. Ya, panteslah ya untuk sebuah tarian dari sebuah
daerah khusus yang menerapkan aturan islam bagi warganya. Untuk masalah susah
gampang, menurutku gerakan tari saman itu gampang,, kalau dilakukan dengan
pelan. Hahaha. Tapi kalau temponya udah cepat, masya Allah susahnya gerakan
saman ini. Butuh latihan berulang-ulang sampai kita terbiasa melakukannya.
Apalagi jika ditambah sambil menyanyi. Wowwww, koordinasi yang sangat andal
diperlukan. Yap, saman ini butuh banget sinkronisasi semua anggota tubuh,ada
tangan, kepala, badan, dan mulut. Saman juga butuh lutut dan tungkai kaki yang
kuat karena posisi duduk berlutut saat menari ini. Walhasil, setiap habis
latihan, lutut pasti sakit saat dibawa sujud pas shalat. Badan juga pada lebam
akibat tepukan-tepukan saman yang harus dilakukan dengan penuh semangat.
Kata pelatih kami, yang saya iyakan juga, dalam tari saman
ini, yang penting kompak dan rampak (penuh semangat). Ya benar juga, gerak
tangan, noleh kanan noleh kirinya itu harus sama, naik ke atas turun ke
bawahnya juga harus sama. Kalau tidak, ya akan kelihatan sekali perbedaannya
karena kita duduk dalam satu baris.
And
finally, pada hari selasa, tanggal 11 Desember 2012 ini, kami perform juga di
depan pak dirjen BeCe dan para petinggi di Dirjen BeCe. Ini adalah pengalaman
pertamaku menampilkan diri setelah terakhir saya tampil sebagai seniman tari
pada usia 4 tahun saat TK. Jeddar, udah luamaaaa banget. Kalau “manggung” yang
bukan nari terakhir adalah SMP, baca puisi karena emang butuh biar dapet nilai
dalam pagelaran seni rupa kelas 3. Dan ahamdulillah, apresiasi yang bagus kami
dapat dari pak dirjen dan para tamu. Dan yang pasti, gerakan kami lancar dan
tidak ada yang miss. Alhamdulillah! J
0 komentar:
Posting Komentar