Minggu, 05 Januari 2014

Cinta Ibu Tiada Batas

Ibu, sebuah kata yang apabila diucapkan dan didengar akan langsung mengirimkan ingatanku pada seorang manusia yang mampu membuat mata ini menitikkan air mata. Air mata kesedihan karena tidak bisa mendampingi beliau (dan Bapak) melewati pertambahan usianya. Kesedihan karena tidak bisa mendapat pelukan ibu saat penat dan kesedihan melanda. Kesedihan karena tidak bisa memakan masakan ibu setiap kali lapar menyerang. Kesedihan karena tidak bisa tidur seranjang dengan ibu setiap hari. Namun, air mata itu juga air mata kebahagiaan karena saya berhasil sampai di sini karena didikan, dukungan, dan doa dari ibu.

Bagi saya, dan saya yakin untuk semua pembaca juga, ibu adalah orang pertama yang kita cari saat kita sakit. Ibu adalah orang yang kita panggil-panggil saat raga sedang dilanda kesakitan. Ibu juga orang pertama yang kita beri kabar saat kebahagiaan dan keberuntungan sedang menjumpai kita. Walaupun beliau tidak selalu memberikan solusi atas masalah yang selalu kita tumpahkan, tetapi suara ibu dari gagang handphone itu mampu meredakan kemarahanku, mampu membuat saya bangkit dan semangat lagi. Begitu pun jika saya memiliki kesempatan untuk pulang kampung dan melihat raut mukanya yang semakin menua serta mendengar suaranya yang tidak selantang dulu, semangatku terisi kembali dan berjanji untuk menjadi lebih baik dari saya yang sebelumnya.

Ibu, wanita ayu yang dengan kesabaran dan kelembutannya mendidik dan menyayangi kita. Mulai dari kita dalam kandungan, kita bayi, balita, anak-anak, remaja, bahkan sampai kita dewasa.

Ibu, seorang wanita yang tidak pernah hentinya kita repoti. Mulai dari kita masih berada dalam perut beliau sampai sekarang kita beranjak dewasa.

Kita membuat dia susah tidur dengan perutnya yang membuncit. Kita membuat dia berat jalannya karena harus membawa turut serta kita kemanapun dia pergi dan beraktivitas. Kita membuat ibu tidak bisa makan sembarang makanan untuk membuat kita sehat dan normal saat dilahirkan ke dunia. Kesusahan itu belum seberapa dibandingkan dengan perjuangan ibu saat melahirkan kita. Mulai dari kontraksi yang sakitnya berlipat lipat dibandingkan sakit perut kita saat menstruasi. Bagaimana susahnya beliau mengatur nafas dan mengejan untuk bisa mengeluarkan kita dengan selamat. Ditambah pula dengan risiko kekurangan darah karena darah yang beliau keluarkan saat persalinan bayi kita. Allahuakbar, hebatnya seorang ibu. Sujud kami padamu ibu.

Kerepotan berikutnya yang kita buat adalah kerepotan menjaga balita kita yang tidak pernah mau diam dan selalu mengobrak-abrik isi rumah. Kita yang masih anak-anak dan masa sekolah juga merupakan masa kenakalan kita yang membuat ibu repot setengah mati. Masa remaja kita merupakan masa krusial dimana kita mempunyai teman-teman baru yang berbeda latar belakang. Dan di situlah seorang ibu kembali diuji untuk bisa mengontrol kita anak-anaknya agar tidak salah bergaul dan tidak mengalami kesalahan perkembangan. Saat dewasa pun, saat dimana (menurut saya) masalah yang dialami seseorang semakin banyak dan kompleks, kita masih sering merepotkan ibu. Kita pasti akan mengeluhkan semua masalah yang kita alami kepada beliau, meminta beliau untuk turut serta memecahkan masalah yang sedang kita alami.

Ya, sampai kapanpun ibu akan selalu kita repotkan. Dan sampai kapanpun juga, ibu akan dengan ikhlas dan senang hati direpotkan oleh kita. Betapa kasih ibu sepanjang masa.

Ibu, dari mulut beliaulah doa-doa tentang kita selalu dilantunkan, tanpa kita minta. Doa agar kita menjadi hamba yang berbakti pada Tuhannya, doa agar kita menjadi anak yang sukses dan tidak melupakan orang tuanya, doa agar anaknya yang suka mengeluh ini selalu diberikan kesehatan dan kebahagiaan, serta doa-doa lainnya yang kita tidak bisa mengetahuinya. Doa yang ikhlas dari seorang ibu mampu menggetarkan langit, begitulah kata ustadzah. Maka dari itu, mintalah didoakan oleh ibu kita teman-teman. Dan berbuat baiklah serta muliakanlah selalu Ibu kita.


 kebersamaan dengan ibu saat idul fitri dua tahun yang lalu

                                   bangganya saat bisa berfoto bersama ibu saat wisuda

Ibu, saya tidak bisa membalas semua kebaikanmu Bu, biarlah Allah yang membalasmu dengan jannah-Nya. Dan hanya doa yang selalu bisa aku persembahkan untukmu Bu, doa agar engkau senantiasa diberikan kesehatan, kebahagiaan dunia dan akhirat kelak. Teman, sudahkah kita selalu mendoakan ibu kita di setiap sholat dan ibadah kita seperti ibu kita yang selalu mendoakan kita?


Terima kasih ibu atas kesabaranmu menghadapi anakmu yang suka mengeluh ini. Terima kasih ibu atas kasih sayangmu yang telah engkau curahkan kepada anakmu yang suka nakal ini. Kasih sayang ibu yang tiada batas, semenjak saya masih berada dalam perut ibu sampai sekarang saya berumur 23 tahun.
Bersyukurlah kita yang masih mempunyai ibu yang masih hidup, ibu yang masih dapat kita mintai doa, ibu yang bisa kita cium tangan dan pipinya sebelum berangkat sekolah atau kerja, ibu yang selalu memberikan pelukan hangat.

Semoga kelak saya bisa menjadi ibu sepertimu Bu, ibu yang ayu, tangguh, sabar, kuat, sayang keluarga, dan disayangi keluarga.

Aku sayang padamu Bu. Dan aku ingin membuatmu selalu bahagia.


Dan saya pun mengakhiri tulisan ini dengan tetesan air mata (lagi).


Semoga bisa menjadi inspirasi bagi saya, pengunjung blog saya, pembaca perempuan.com, facebook-er penyuka page perempuan.com serta follower perempuan.com.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright © celoteh bocah ndeso