Ibu, sebuah kata
yang apabila diucapkan dan didengar akan langsung mengirimkan ingatanku pada
seorang manusia yang mampu membuat mata ini menitikkan air mata. Air mata
kesedihan karena tidak bisa mendampingi beliau (dan Bapak) melewati pertambahan
usianya. Kesedihan karena tidak bisa mendapat pelukan ibu saat penat dan
kesedihan melanda. Kesedihan karena tidak bisa memakan masakan ibu setiap kali
lapar menyerang. Kesedihan karena tidak bisa tidur seranjang dengan ibu setiap
hari. Namun, air mata itu juga air mata kebahagiaan karena saya berhasil sampai
di sini karena didikan, dukungan, dan doa dari ibu.
Bagi saya, dan saya
yakin untuk semua pembaca juga, ibu adalah orang pertama yang kita cari saat
kita sakit. Ibu adalah orang yang kita panggil-panggil saat raga sedang dilanda
kesakitan. Ibu juga orang pertama yang kita beri kabar saat kebahagiaan dan
keberuntungan sedang menjumpai kita. Walaupun beliau tidak selalu memberikan
solusi atas masalah yang selalu kita tumpahkan, tetapi suara ibu dari gagang
handphone itu mampu meredakan kemarahanku, mampu membuat saya bangkit dan
semangat lagi. Begitu pun jika saya memiliki kesempatan untuk pulang kampung
dan melihat raut mukanya yang semakin menua serta mendengar suaranya yang tidak
selantang dulu, semangatku terisi kembali dan berjanji untuk menjadi lebih baik
dari saya yang sebelumnya.
Ibu, wanita ayu yang
dengan kesabaran dan kelembutannya mendidik dan menyayangi kita. Mulai dari
kita dalam kandungan, kita bayi, balita, anak-anak, remaja, bahkan sampai kita
dewasa.
Ibu, seorang wanita
yang tidak pernah hentinya kita repoti. Mulai dari kita masih berada dalam
perut beliau sampai sekarang kita beranjak dewasa.
Kita membuat dia
susah tidur dengan perutnya yang membuncit. Kita membuat dia berat jalannya
karena harus membawa turut serta kita kemanapun dia pergi dan beraktivitas.
Kita membuat ibu tidak bisa makan sembarang makanan untuk membuat kita sehat
dan normal saat dilahirkan ke dunia. Kesusahan itu belum seberapa dibandingkan
dengan perjuangan ibu saat melahirkan kita. Mulai dari kontraksi yang sakitnya
berlipat lipat dibandingkan sakit perut kita saat menstruasi. Bagaimana
susahnya beliau mengatur nafas dan mengejan untuk bisa mengeluarkan kita dengan
selamat. Ditambah pula dengan risiko kekurangan darah karena darah yang beliau
keluarkan saat persalinan bayi kita. Allahuakbar, hebatnya seorang ibu. Sujud
kami padamu ibu.
Kerepotan berikutnya
yang kita buat adalah kerepotan menjaga balita kita yang tidak pernah mau diam
dan selalu mengobrak-abrik isi rumah. Kita yang masih anak-anak dan masa
sekolah juga merupakan masa kenakalan kita yang membuat ibu repot setengah
mati. Masa remaja kita merupakan masa krusial dimana kita mempunyai teman-teman
baru yang berbeda latar belakang. Dan di situlah seorang ibu kembali diuji
untuk bisa mengontrol kita anak-anaknya agar tidak salah bergaul dan tidak
mengalami kesalahan perkembangan. Saat dewasa pun, saat dimana (menurut saya)
masalah yang dialami seseorang semakin banyak dan kompleks, kita masih sering
merepotkan ibu. Kita pasti akan mengeluhkan semua masalah yang kita alami
kepada beliau, meminta beliau untuk turut serta memecahkan masalah yang sedang
kita alami.
Ya, sampai kapanpun
ibu akan selalu kita repotkan. Dan sampai kapanpun juga, ibu akan dengan ikhlas
dan senang hati direpotkan oleh kita. Betapa kasih ibu sepanjang masa.
Ibu, dari mulut
beliaulah doa-doa tentang kita selalu dilantunkan, tanpa kita minta. Doa agar
kita menjadi hamba yang berbakti pada Tuhannya, doa agar kita menjadi anak yang
sukses dan tidak melupakan orang tuanya, doa agar anaknya yang suka mengeluh
ini selalu diberikan kesehatan dan kebahagiaan, serta doa-doa lainnya yang kita
tidak bisa mengetahuinya. Doa yang ikhlas dari seorang ibu mampu menggetarkan langit,
begitulah kata ustadzah. Maka dari itu, mintalah didoakan oleh ibu kita
teman-teman. Dan berbuat baiklah serta muliakanlah selalu Ibu kita.
bangganya saat bisa berfoto bersama ibu saat wisuda
kebersamaan dengan ibu saat idul fitri dua tahun yang lalu
bangganya saat bisa berfoto bersama ibu saat wisuda
Ibu, saya tidak bisa
membalas semua kebaikanmu Bu, biarlah Allah yang membalasmu dengan jannah-Nya. Dan
hanya doa yang selalu bisa aku persembahkan untukmu Bu, doa agar engkau
senantiasa diberikan kesehatan, kebahagiaan dunia dan akhirat kelak. Teman,
sudahkah kita selalu mendoakan ibu kita di setiap sholat dan ibadah kita
seperti ibu kita yang selalu mendoakan kita?
Terima kasih ibu atas kesabaranmu menghadapi anakmu yang suka mengeluh ini.
Terima kasih ibu atas kasih sayangmu yang telah engkau curahkan kepada anakmu
yang suka nakal ini. Kasih sayang ibu yang tiada batas, semenjak
saya masih berada dalam perut ibu sampai sekarang saya berumur 23 tahun.
Bersyukurlah kita yang masih mempunyai ibu
yang masih hidup, ibu yang masih dapat kita mintai doa, ibu yang bisa kita cium
tangan dan pipinya sebelum berangkat sekolah atau kerja, ibu yang selalu
memberikan pelukan hangat.
Semoga kelak saya bisa menjadi ibu sepertimu Bu, ibu
yang ayu, tangguh, sabar, kuat, sayang keluarga, dan disayangi keluarga.
Aku sayang padamu Bu. Dan aku ingin membuatmu selalu
bahagia.
Dan saya pun mengakhiri tulisan
ini dengan tetesan air mata (lagi).
Semoga bisa menjadi inspirasi
bagi saya, pengunjung blog saya, pembaca perempuan.com, facebook-er penyuka page
perempuan.com serta follower perempuan.com.
0 komentar:
Posting Komentar